Minggu, 31 Januari 2016

WOW...!! Jadi PNS Yang Nyogok, Hasil Gajinya Haram Seumur Hidup

Suap adalah pemberian seseorang yg tdk memiliki hak kepada seseorang yg memiliki kewenangan (jabatan), baik berupa uang, barang atau lainnya untuk membantu si pemberi mendapatkan sesuatu yg bukan haknya atau menzhalimi hak orang lainnya, seperti pemberian hadiah yg dilakukan seseorang agar dirinya diterima sebagai pegawai di suatu perusahaan / instansi, agar anaknya diterima di suatu sekolah favorit / perguruan tinggi, pemberian kepada seorang guru agar anaknya naik kelas, pemberian hadiah kepada seorang hakim agar dia terbebaskan dari hukuman dan lainnya, walaupun fakta yg ada sebenarnya mereka semua tdk berhak atau tdk memiliki persyaratan untuk mendapatkan apa yg mereka inginkan dari pemberiannya tersebut.

Didalam sebuah hadits yg diriwayatkan dari Abdullah bin Amr berkata,”Rasulullah saw telah melaknat orang yg memberi dan menerima suap.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Ibnul Arabi mengatakan bahwa suap adalah setiap harta yg diberikan kepada seseorang yg memiliki kedudukan untuk membantu atau meluluskan persoalan yg tidak halal. Al murtasyi sebutan untuk orang yg menerima suap, ar rasyi sebutan untuk orang yg memberikan suap sedangkan ar ra’isy adalah perantaranya. (Fathul Bari juz V hal 246)

Al Qori mengatakan ar rasyi dan al murtasyi adalah orang yg memberi dan menerima suap, ia merupakan sarana untuk mencapai tujuan dgn bujukan (rayuan). Ada yang mengatakan bahwa suap adalah segala pemberian untuk membatalkan hak seseorang atau memberikan hak kepada orang yg salah. (Aunul Ma’bud juz IX hal 357)

Al Hafizh menyebutkan suatu riawayat dari Farrat bin Muslim, dia berkata,”Suatu ketika Umar bin Abdul Aziz meninginginkan buah apel dan ia tdk mandapati sesuatu pun dirumahnya yg bisa digunakan untuk membelinya maka kami pun menungang kuda bersamanya. Kemudian dia disambut oleh para biarawan dengan piring-piring yg berisi apel. Umar bin Abdul Aziz mengambil salah satu apel dan menciumnya namun mengembalikannya ke piring tersebut. Aku pun bertanya kepadanya tentang hal itu. Maka dia berkata,”Aku tidak membutuhkannya.” Aku bertanya,”Bukankah Rasulullah saw, Abu Bakar dan Umar menerima hadiah?” dia menjawab,”Sesungguhnya ia bagi mereka semua adalah hadiah sedangkan bagi para pejabat setelah mereka adalah suap.” (Fathul Bari juz V hal 245 – 246)

Suap merupakan dosa besar sehingga Allah swt mengancam para pelakunya, baik yg memberikan maupun yg menerimanya dengan laknat atau dijauhkan dari rahmat-Nya bahkan , sebagaimana diriwayatkan oleh An Nasai dari Masruq berkata,”Apabila seorang hakim makan dari hadiah maka sesungguhnya dia telah memakan uang sogokan. Apabila dia menerima suap maka ia telah menghantarkannya kepada kekufuran.” Masruq mengatakan barangsiapa yg meminum khamr maka sungguh ia telah kufur dan kekufurannya adalah tdk diterima shalatnya selama 40 hari. 

Namun apabila pemberian hadiah terpaksa dilakukan oleh seseorang kepada pejabat yang berwenang dalam permasalhannya untuk mendapatkan haknya atau menghilangkan kezhaliman atas dirinya maka hal ini dibolehkan bagi si pemberi dan diharamkan bagi si penerima.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa para ulama telah mengatakan,”Sesungguhnya pemberian hadiah kepada wali amri—orang yg diberikan tanggung jawab atas suatu urusan—untuk melakukan sesuatu yg tdk diperbolehkan atasnya adalah haram, baik bagi yg memberikan maupun menerima hadiah itu, dan ini adalah suap yang dilarang Nabi saw.

Adapun apabila orang itu memberikan hadiah kepadanya utk menghentikan kezaliman terhadapnya atau utk mendapatkan haknya maka hadiah ini haram bagi si penerima dan boleh bagi si pemberinya, sebagaimana sabda Nabi saw,” Sesungguhnya aku memberikan suatu pemberian kepada salah seorang dari mereka maka dia akan keluar dengan mengepit (diantara ketiaknya) api neraka. Beliau saw ditanya,” Wahai Rasulullah saw mengapa engkau memberikan kepada mereka? Beliau saw menjawab,” Mereka enggan kecuali dengan cara meminta kepadaku dan Allah tdk menginginkan kau berlaku pelit.” (Majmu’ Fatawa juz XXXI hal 161)

Perlakuan Terhadap Penghasilan dari Suap

Dikarenakan suap menyuap (sogok) adalah prilaku yg diharamkan maka penghasilan yg didapat pun bisa dikategorikan sebagai penghasilan yg haram. Didalam suap ini selain melanggar rambu-rambu Allah swt dalam mencari penghasilan, ia juga mengandung kezhaliman yg nyata terhadap orang-orang yg memiliki hak.

وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ

Artinya ; “dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil.” (QS. Al Baqoroh : 188)

Imam al Qurthubi mengatakan,”Makna ayat ini adalah janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yg lainnya dengan cara yg tidak benar.” Dia menambahkan bahwa barangsiapa yg mengambil harta orang lain bukan dengan cara yg dibenarkan syariat maka sesungguhnya ia telah memakannya dengan cara yg batil. Diantara bentuk memakan dengan cara yg batil adalah putusan seorang hakim yg memenangkan kamu sementara kamu tahu bahwa kamu sebenarnya salah. Sesuatu yang haram tidaklah berubah menjadi halal dengan putusan hakim.” (al Jami’ Li Ahkamil Qur’an juz II hal 711) Untuk itu bagi seorang muslim hendaklah mencari nafkah dengan cara-cara yang dibenarkan syariat sehingga setiap rupiah yang didapatnya mendapatkan berkah dari Allah swt. 

Keberkahan seseorang tidaklah ditentukan dari banyak atau sedikitnya harta yg dimilikinya namun dari halal atau tidaknya harta tersebut. Seberapa pun harta yg dimiliki seseorang ketika memang itu semua didapat dgn cara-cara yg halal dan dibenarkan syariat maka didalam harta itu terdapat keberkahan dari Allah swt. 

(sumber: eramuslim.com/kabarnetizen)

0 komentar

Posting Komentar